Banyak sekali orang yang memeknai lafadz "KULLU" dengan "semua" ataupun "tanpa kecuali".seperti yang terjadi pada hadits nabi SAW "KULLU BID'AH DHOLALAH".padahal jika kita kaji dan kita gali dengan berdasarkan ilmu nahwu atapun dengan bahasa arab itu sendiri,bahwa makna dari lafadz "Kullu" adalah tidak harus dimaknai "semua" bahkan banyak sekali makna dari "Kullu" adalah "Sebagian",seperti pada firman Allah yang berbunyi :
"Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin".
Lafadz KULLA disini, haruslah diterjemahkan dengan arti : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluk hidup.Karena Allah juga berfirman menceritakan tentang penciptaan jin dan Iblis yang berbunyi: "Khalaqtanii min naarin". Artinya : "Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api".
Dengan demikian, ternyata lafadl KULLU, tidak dapat diterjemahkan secara mutlak dengan arti : SETIAP/SEMUA, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Demikian juga dengan arti hadits Nabi saw. : Fa inna KULLA BID`ATIN dhalalah,. Maka harus diartikan: Sesungguhnya SEBAGIAN dari BID`AH itu adalah sesat.
Kulla di dalam Hadits ini, tidak dapat diartikan SETIAP/SEMUA BID`AH itu sesat, karena Hadits ini juga muqayyad atau terikat dengan sabda Nabi saw., yang lain: Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man `amila biha. Artinya : Barangsiapa memulai/menciptakan perbuatan baik di dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.
Jadi jelas, ada perbuatan baru yang diciptakan oleh orang-orang di jaman sekarang, tetapi dianggap baik oleh Nabi saw. dan dijanjikan pahala bagi pencetusnya, serta tidak dikatagorikan BID`AH DHALALAH.
Sebagai contoh dari man sanna sunnatan hasanah (menciptakan perbuatan baik) adalah saat Hajjaj bin Yusuf memprakarsai pengharakatan pada mushaf Alquran, serta pembagiannya pada juz, ruku`, maqra, dll yang hingga kini lestari, dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat Islam.
Untuk lebih jelasnya, maka bid’ah itu dapat diklasifikasi sebagai berikut : Ada pemahaman bahwa Hadits KULLU BID`ATIN DHALALAH diartikan dengan: SEBAGIAN BID`AH adalah SESAT, yang contohnya :
1. Adanya sebagian masyarakat yang secara kontinyu bermain remi atau domino setelah pulang dari mushalla.
2. Adanya kalangan umat Islam yang menghadiri undangan Natalan.
3. Adanya beberapa sekelompok muslim yang memusuhi sesama muslim, hanya karena berbeda pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah furu`iyyah (masalah fiqih ibadah dan ma’amalah), padahal sama-sama mempunyai pegangan dalil Alquran-Hadits, yang motifnya hanya karena merasa paling benar sendiri. Perilaku semacam ini dapat diidentifikasi sebagai BID`AH DHALALAH).
Ada pula pemahaman yang mengatakan, bahwa amalan baik yang terrmasuk ciptaan baru di dalam Islam dan tidak bertentangan dengan syariat Islam yang sharih, maka disebut SANNA (menciptakan perbuatan baik). Contohnya:
Adanya sekelompok orang yang mengadakan shalat malam (tahajjud) secara berjamaah setelah shalat tarawih, yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh beraliran Wahhabi Arab Saudi semisal Syeikh Abdul Aziz Bin Baz dan Syeikh Sudaisi Imam masjidil Haram, dll. Perilaku ini juga tergolong amalan BID`AH karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., tetapi dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH atau bid’ah yang baik.
Melaksanakan shalat sunnah malam hari dengan berjamaah yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan, adalah masalah ijtihadiyah yang tidak didapati tuntunannya secara langsung dari Nabi saw. maupun dari ulama salaf, tetapi kini menjadi tradisi yang baik di Arab Saudi. Dikatakan Bid’ah Hasanah karena masih adanya dalil-dalil dari Alquran-Hadits yang dijadikan dasar pegangan, sekalipun tidak didapat secara langsung/sharih, melainkan secara ma`nawiyah. Antara lain adanya ayat Alquran-Hadits yang memerintahkan shalat sunnah malam (tahajjud), dan adanya perintah menghidupkan malam di bulan Ramadhan.
Tetapi mengkhususkan shalat sunnah malam (tahajjud) di bulan Ramadhan setelah shalat tarawih dengan berjamaah di masjid, adalah jelas-jelas perbuatan BID`AH yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan ulama salaf. Sekalipun demikian masih dapat dikatagorikan sebagai perilaku BID`AH HASANAH.
Demikian juga umat Islam yg melakukan pembacaan tahlil atau kirim doa untuk mayyit, melaksanakan perayaan maulid Nabi saw. mengadakan isighatsah, dll, termasuk BID’AH HASANAH. Sekalipun amalan-amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. namun masih terdapat dalil-dalil Alquran-Haditsnya sekalipun secara ma’nawiyah.
Contoh mudah, tentang pembacaan tahlil (tahlilan masyarakat), bahwa isi kegiatan tahlilan adalah membaca surat Al-ikhlas, Al-falaq, Annaas. Amalan ini jelas-jelas adalah perintah Alquran-Hadits. Dalam kegiatan tahlilan juga membaca kalimat Lailaha illallah, Subhanallah, astaghfirullah, membaca shalawat kepada Nabi saw. yang jelas- jelas perintah Alquran-Hadits. Ada juga pembacaan doa yang disabdakan oleh Nabi saw. : Adduaa-u mukhkhul ‘ibadah. Atrinya : Doa itu adalah intisari ibadah. Yang jelas, bahwa menghadiri majelis ta`lim atau majlis dzikir serta memberi jamuan kepada para tamu, adalah perintah syariat yang terdapat di dalam Alquran-Hadits.
Hanya saja mengemas amalan-amalan tersebut dalam satu rangkaian kegiatan acara tahlilan di rumah-rumah penduduk adalah BID`AH, tetapi termasuk bid’ah yang dikatagorikan sebagai BID`AH HASANAH. Hal itu, karena senada dengan shalat sunnah malam berjamaah yang dikhususkan di bulan Ramadhan, yang kini menjadi kebiasaan tokoh-tokoh Wahhabi Arab Saudi.
Nabi saw. dan para ulama salaf, juga tidak pernah berdakwah lewat pemancar radio atau menerbitkan majalah dan bulletin. Bahkan pada saat awal Islam berkembang, Nabi saw. pernah melarang penulisan apapun yang bersumber dari diri beliau saw. selain penulisan Alquran. Sebagaiman di dalam sabda beliau saw. : La taktub `anni ghairal quran, wa man yaktub `anni ghairal quran famhuhu. Artinya: Jangan kalian menulis dariku selain alquran, barangsiapa menulis dariku selain Alquran maka hapuslah. Sekalipun pada akhir perkembangan Islam, Nabi saw. menghapus larangan tersebut dengan Hadits : Uktub li abi syah. Artinya: Tuliskanlah hadits untuk Abu Syah.
Meskipun sudah ada perintah Nabi saw. untuk menuliskan Hadits, tetapi para ulama salaf tetap memberi batasan-batasan yang sangat ketat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para muhadditsin. Fenomena di atas sangat berbeda dengan penerbitan majalah atau bulletin.
Dalam penulisan artikel untuk majalah atau bulletin, penulis hanyalah mencetuskan pemahaman dan pemikirannya, tanpa ada syarat-syarat yang mengikat, selain masalah susunan bahasa. Jika memenuhi standar jurnalistik maka artikel akan dimuat, sekalipun isi kandungannya jauh dari standar kebenaran syariat.
Contohnya, dalam penulisan artikel, tidak ada syarat tsiqah (terpercaya) pada diri penulis, sebagaimana yang disyaratkan dalam periwayatan dan penulisan Hadits Nabi saw. Jadi sangat berbeda dengan penulisan Hadits yang masalah ketsiqahan menjadi syarat utama untuk diterima-tidaknya Hadits yang diriwayatkannya.
Namun, artikel majalah atau bulletin dan yang semacamnya, jika berisi nilai-nilai kebaikan yang sejalan dengan syariat, dapat dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH, karena berdakwah lewat majalah atau bulletin ini, tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. maupun oleh ulama salaf manapun. Namun karena banyak manfaat bagi umat, maka dapat dibenarkan dalam ajaran Islam, selagi tidak keluar dari rel-rel syariat yang benar.
Dengan demikian, ternyata lafadl KULLU, tidak dapat diterjemahkan secara mutlak dengan arti : SETIAP/SEMUA, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Demikian juga dengan arti hadits Nabi saw. : Fa inna KULLA BID`ATIN dhalalah,. Maka harus diartikan: Sesungguhnya SEBAGIAN dari BID`AH itu adalah sesat.
Kulla di dalam Hadits ini, tidak dapat diartikan SETIAP/SEMUA BID`AH itu sesat, karena Hadits ini juga muqayyad atau terikat dengan sabda Nabi saw., yang lain: Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man `amila biha. Artinya : Barangsiapa memulai/menciptakan perbuatan baik di dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.
Jadi jelas, ada perbuatan baru yang diciptakan oleh orang-orang di jaman sekarang, tetapi dianggap baik oleh Nabi saw. dan dijanjikan pahala bagi pencetusnya, serta tidak dikatagorikan BID`AH DHALALAH.
Sebagai contoh dari man sanna sunnatan hasanah (menciptakan perbuatan baik) adalah saat Hajjaj bin Yusuf memprakarsai pengharakatan pada mushaf Alquran, serta pembagiannya pada juz, ruku`, maqra, dll yang hingga kini lestari, dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat Islam.
Untuk lebih jelasnya, maka bid’ah itu dapat diklasifikasi sebagai berikut : Ada pemahaman bahwa Hadits KULLU BID`ATIN DHALALAH diartikan dengan: SEBAGIAN BID`AH adalah SESAT, yang contohnya :
1. Adanya sebagian masyarakat yang secara kontinyu bermain remi atau domino setelah pulang dari mushalla.
2. Adanya kalangan umat Islam yang menghadiri undangan Natalan.
3. Adanya beberapa sekelompok muslim yang memusuhi sesama muslim, hanya karena berbeda pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah furu`iyyah (masalah fiqih ibadah dan ma’amalah), padahal sama-sama mempunyai pegangan dalil Alquran-Hadits, yang motifnya hanya karena merasa paling benar sendiri. Perilaku semacam ini dapat diidentifikasi sebagai BID`AH DHALALAH).
Ada pula pemahaman yang mengatakan, bahwa amalan baik yang terrmasuk ciptaan baru di dalam Islam dan tidak bertentangan dengan syariat Islam yang sharih, maka disebut SANNA (menciptakan perbuatan baik). Contohnya:
Adanya sekelompok orang yang mengadakan shalat malam (tahajjud) secara berjamaah setelah shalat tarawih, yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh beraliran Wahhabi Arab Saudi semisal Syeikh Abdul Aziz Bin Baz dan Syeikh Sudaisi Imam masjidil Haram, dll. Perilaku ini juga tergolong amalan BID`AH karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., tetapi dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH atau bid’ah yang baik.
Melaksanakan shalat sunnah malam hari dengan berjamaah yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan, adalah masalah ijtihadiyah yang tidak didapati tuntunannya secara langsung dari Nabi saw. maupun dari ulama salaf, tetapi kini menjadi tradisi yang baik di Arab Saudi. Dikatakan Bid’ah Hasanah karena masih adanya dalil-dalil dari Alquran-Hadits yang dijadikan dasar pegangan, sekalipun tidak didapat secara langsung/sharih, melainkan secara ma`nawiyah. Antara lain adanya ayat Alquran-Hadits yang memerintahkan shalat sunnah malam (tahajjud), dan adanya perintah menghidupkan malam di bulan Ramadhan.
Tetapi mengkhususkan shalat sunnah malam (tahajjud) di bulan Ramadhan setelah shalat tarawih dengan berjamaah di masjid, adalah jelas-jelas perbuatan BID`AH yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. dan ulama salaf. Sekalipun demikian masih dapat dikatagorikan sebagai perilaku BID`AH HASANAH.
Demikian juga umat Islam yg melakukan pembacaan tahlil atau kirim doa untuk mayyit, melaksanakan perayaan maulid Nabi saw. mengadakan isighatsah, dll, termasuk BID’AH HASANAH. Sekalipun amalan-amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. namun masih terdapat dalil-dalil Alquran-Haditsnya sekalipun secara ma’nawiyah.
Contoh mudah, tentang pembacaan tahlil (tahlilan masyarakat), bahwa isi kegiatan tahlilan adalah membaca surat Al-ikhlas, Al-falaq, Annaas. Amalan ini jelas-jelas adalah perintah Alquran-Hadits. Dalam kegiatan tahlilan juga membaca kalimat Lailaha illallah, Subhanallah, astaghfirullah, membaca shalawat kepada Nabi saw. yang jelas- jelas perintah Alquran-Hadits. Ada juga pembacaan doa yang disabdakan oleh Nabi saw. : Adduaa-u mukhkhul ‘ibadah. Atrinya : Doa itu adalah intisari ibadah. Yang jelas, bahwa menghadiri majelis ta`lim atau majlis dzikir serta memberi jamuan kepada para tamu, adalah perintah syariat yang terdapat di dalam Alquran-Hadits.
Hanya saja mengemas amalan-amalan tersebut dalam satu rangkaian kegiatan acara tahlilan di rumah-rumah penduduk adalah BID`AH, tetapi termasuk bid’ah yang dikatagorikan sebagai BID`AH HASANAH. Hal itu, karena senada dengan shalat sunnah malam berjamaah yang dikhususkan di bulan Ramadhan, yang kini menjadi kebiasaan tokoh-tokoh Wahhabi Arab Saudi.
Nabi saw. dan para ulama salaf, juga tidak pernah berdakwah lewat pemancar radio atau menerbitkan majalah dan bulletin. Bahkan pada saat awal Islam berkembang, Nabi saw. pernah melarang penulisan apapun yang bersumber dari diri beliau saw. selain penulisan Alquran. Sebagaiman di dalam sabda beliau saw. : La taktub `anni ghairal quran, wa man yaktub `anni ghairal quran famhuhu. Artinya: Jangan kalian menulis dariku selain alquran, barangsiapa menulis dariku selain Alquran maka hapuslah. Sekalipun pada akhir perkembangan Islam, Nabi saw. menghapus larangan tersebut dengan Hadits : Uktub li abi syah. Artinya: Tuliskanlah hadits untuk Abu Syah.
Meskipun sudah ada perintah Nabi saw. untuk menuliskan Hadits, tetapi para ulama salaf tetap memberi batasan-batasan yang sangat ketat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para muhadditsin. Fenomena di atas sangat berbeda dengan penerbitan majalah atau bulletin.
Dalam penulisan artikel untuk majalah atau bulletin, penulis hanyalah mencetuskan pemahaman dan pemikirannya, tanpa ada syarat-syarat yang mengikat, selain masalah susunan bahasa. Jika memenuhi standar jurnalistik maka artikel akan dimuat, sekalipun isi kandungannya jauh dari standar kebenaran syariat.
Contohnya, dalam penulisan artikel, tidak ada syarat tsiqah (terpercaya) pada diri penulis, sebagaimana yang disyaratkan dalam periwayatan dan penulisan Hadits Nabi saw. Jadi sangat berbeda dengan penulisan Hadits yang masalah ketsiqahan menjadi syarat utama untuk diterima-tidaknya Hadits yang diriwayatkannya.
Namun, artikel majalah atau bulletin dan yang semacamnya, jika berisi nilai-nilai kebaikan yang sejalan dengan syariat, dapat dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH, karena berdakwah lewat majalah atau bulletin ini, tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw. maupun oleh ulama salaf manapun. Namun karena banyak manfaat bagi umat, maka dapat dibenarkan dalam ajaran Islam, selagi tidak keluar dari rel-rel syariat yang benar.
KULLU BID'ATIN DHOLALAH (setiap bid'ah itu sesat )
BalasHapusWA KULLU DHALALATIN FIN NAAR (setiap kesesatan tempatnya di neraka )
sekarang coba kata "kull" diganti jadi kata "sebagian",maka artinya jadi begini:
KULLU BID'ATIN DHOLALAH (sebagian bid'ah itu sesat )
WA KULLU DHALALATIN FIN NAAR (sebagian kesesatan tempatnya di neraka )
coba simak kalimat ini "sebagian kesesatan tempatnya di neraka"
memangnya ada sebagian lagi kesesatan tempatnya di surga??? <<< kalimat ini jelas kontradiksi
ALQUR'AN dulu gak dibukukan bid'ah jugatuh.
HapusPKS, HIBUTAHRIR, MUHAMADIAH GAK ADA bid'ah juga tuh.
maulid nabi yang jelas2 didalamnya mengingat Alloh dan Rasulnya dibilang bid'ah kenapa ente milad PKS gede2 itu jelas sama aja bid'ah gede2an.......
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAnda ini kalo coment pake otak ,bodoh jgn di piara,tidak selalu kata kullu di artikan semua atapun sebagian liat dulu konteks nya,kata bid'atin itu kata umum jadi hrus di artikan sebagian sedangkan dolalah kata khusus jadi harus di artikan semua....bego amat si loh....
HapusYa ada da lah, bukti@ tahajjud ba'da tarawih bid'ah wkwkwkwkwk, trus setan dan jin bgaimana lafadh kullu tsb? Malaikat juga dr air padahal no
BalasHapus“Kullu Nafsin Dzaiqotul Maut” (21:35),apakah anda akan mengartikan "sebagian saja yg bernyawa pasti bakal mati" atau maknanya "tidak semua yg bernyawa pasti mati ?" Aneh bener ya ? Sudah jelas banget kok, anak TK juga tau,jgn mengedepankan nafsu utk berargument. Cari yg paling aman saja coy bahwa "setiap bid'ah memang dolalah" ancamannya neraka coy !!! Ente ilmunya msh cetek dibanding Asatid2 yg berguru di Saudi puluhan tahun coy.
BalasHapusjngn sombong
HapusIkrar @ ane yakin ente blm hafizd Qur'an.cb ente cari dlm Qur'an,apakah semua lafadz "kullu" diartikan semua?eits,tapi hati2 dlm mengartikan,jangan gegabah
BalasHapusmaka baca kembali yang benar isi artikel ini, kesimpulannya ada kullu berarti semua dan ada kullu berarti sebagian, maka harus ditafsirkan,,
BalasHapusNggak usah berdebat karena semua punya dalil. Toh ibadah yang biasa dianggap bid'ah cuma ibadah yang nggak pernah di ajarkan rasulullah.
BalasHapusYang namanya ibadah sunah kalau di kerjakan dapat pahala, nggak di kerjakan ya nggak dosa.
Soal ibadah2 yang di cap bid'ah, kalau Allah ridho akan bid'ah tersebut ya insya Allah dapat pahala. Tapi kalau Allah tidak ridho ?
Nah, kalau yang di maksud rasulullah kullu bid'atin dholalah = semua bid'ah adalah sesat. Itu baru repot. (karena sanksinya neraka)
Hadits pada tulisan anda secara komplitnya sbb:
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim no 1016)
Jika ternyata yang sebenarnya tidak semua bid'ah adalah sesat maka anda akan dapat pahala yang banyak
Tapi jika ternyata yang di maksud oleh rasulullah ternyata adalah semua bid'ah adalah sesat, maka anda sebagai penganjur bid'ah akan kebagian dosa dari pengikut anjuran anda.
MENGERIKAN DAMPAKNYA !!!
Jadi lebih baik ambil amannya sajalah kalau menurut saya. Nggak usah mempengaruhi orang lain untuk berbuat bid'ah meskipun anda beranggapan itu adalah bid'ah hasanah.
Sangat setuju sekali aparuginya bila kita tidak melakukan amalan2yg diangap bidah,walaupun dianggap baik tapi masih meragukan siapa tau benar bidah yang sesat pan bahaya sodara.
HapusSesungguhnya bid'ah hasanah memang bertujuan baik di pandang dari sisi manusia. Misalkan saja tahlilan yang isinya dzikir, sholawat dan do'a. Dzikir, sholawat dan doa juga di ajarkan oleh rosulullah.
BalasHapusTapi mari kita coba renungkan contoh kasus berikut ini :
Puasa senin kamis adalah puasa sunah yang di ajarkan oleh nabi.
Bagaimana menurut anda kalau di tambah dengan ibadah puasa sunah sabtu-minggu atau puasa tetap hari senin kamis tapi sd malam hari. Sama-sama ibadah yang bisa saja di niatkan lillahi ta'ala tapi merupakan bid'ah. Merupakan ibadah karena puasa di contohkan oleh nabi, tapi merupakan bid'ah karena cara dan harinya tidak di ajarkan.
Kan kondisinya sama saja dengan tahlilan. Dzikir, sholawat dan doa diajarkan oleh rosulullah, tapi caranya tidak di ajarkan.
Mengenai sholat tarawih berjama'ah di masjid, rosulullah pernah melakukannya walau hanya beberapa hari saja, namun kemudian di hentikan karena takut di anggap sebagai kewajiban oleh umat (karena yang mengikutinya ketika itu berbondong-bondong).
Jadi tarawih berjamaah di masjid bukan bid'ah karena pernah di contohkan oleh rasulullah.
Saya kira begitu saja dan tidak usah mencaci-maki saya. Karena saya sadar bahwa ilmu agama saya hanya setipis kulit bawang :)
`Afwan sebelumnya kepada penulis, saya hanya ingin meluruskan tentang penisbatan kata "WAHABI" kepada imam2 besar dua masjid haromain, kata terseebut sangat tidak mengenakan hati saya sebagai sesama sunny,karena apa ? perlu di ketahui bahwa wahabi memang sesat dan mereka adalah golongan khowarij yg di usung oleh abdul wahab bin rustum Al-Afriqiy, sedangkan jika kita nisbatkan kata wahabi tersebut kepada2 ulama2 saudi maka akan jadi kata yg kontra diktif dengan kenyataannya yang mana mereka masih berpegang teguh pada dua sumber utama yaitu Al-Qur`an dah Hadits, dan perlu diketahui juga bahwa kata tersebut adalah kata yg di nisbatkan oleh syi`ah kepada sunny dengan tujuan untuk menghancurkan ahlu sunnah waljamaah. jadi tolong kalo ada sesuatu yg akan kita tulis dan di publikasikan yang belum di ketahui kebenarannya, maka kita harus tabayyun sebelum kita menuliskannya atau menyampaikannya. jangan lah kita terhasud oleh fitnah2 yang di lontarkan oleh musuh2 islam. syukron...
BalasHapusSegala dosa yg ditimbulkan dari artikelini tetap akan ditanggung penulisnya bila ini merupakan suatu yg salah tapi kami doakan mudah2an ada benarnya walaupun masih ada yang menyelisihinya.masjid alharam imamnya faham syeh moh.abdul wahab.tapi banyak orang indonesia yg anti wahabi bermakmum kepadanya.terpaksa kali ye...
Hapusharus nya kalian semua bijak,,
BalasHapusini urusan nya semua itu dengan ALLAH,, bukan sama manusia,,
ketika suatu hal itu masih ragu, masih di perdebatkan,, dan masih rancu,, lebih baik hal hal yang di sebut bid'ah itu jangan di lakukan,, toh saat kalian semua belum tau kebenarannya ya jangan di lakukan ibadah itu,,
bijak donk,, dari pada ibadah itu tertolak, lebih baik jangan di lakukan,,
toh semua yang di anggap bid'ah itu bukan hal yang wajib di lakukan kan ? semua yang di sebut katanya bid'ah itu ibadah yang hukumnya sunnah, nah anda tidak kerjakan pun tidak apa apa, kalau di kerjakan belum tau kebenaran nya,,
harusnya kalian bijak,,
manusia di ciptakan untuk terus berfikir, berfikir mana yang baik mana ya buruk, mana y baik mana yang lebih baik,
karena Allah menuntut kita hrus belajar belajar belajar, bukan dengan otak dan emosi anda smua,, tapi dengan hati,.
maafkan jika kalimat saya tidak tepat atau tidak berkenan dengan sodara sodara semua,
karena kita harus bijak agar tidak terpecah belah,
karena islam itu harus bersatu, bukan membeda beda kan,
biar Allah yang menentukan dan di terima nya ibadah kita.
Api dan cahaya mengandung/berasal dari Air
BalasHapusHadist itu di ucapkan nabi pada para sahabat dan para sahabat itu orang yang fasih bahasa arab. Mereka memahami kullu sebagai keseluruhan. Orang Arab sekarang juga memahami demikian. Mereka mencukupkan amalan dengan sunnah dan menjauhkan apa2 yang baru dan Allah pun ridha pada mereka.
BalasHapusSaudaraku jika kalian sibuk mencari pembenaran untuk menyelisihi Rasul. Ingatlah bahwa Syariat Allah lah yang sedang kalian selisihi.
Kl di artikan kullu sebagai sebagian maka jadi rancu, mari kita lihat haditsnya jika di artikan kullu itu sebagian.
Kullu bid’ah ndolalah = SEBAGIAN bid’ah itu sesat
Kullu dholatin fin Nar = SEBAGIAN kesesatan itu di neraka.
Kl SEBAGIAN kesesatan itu di neraka maka SEBAGIAN lagi di mana?
Surga?
Sungguh bertentangan dengan akal sehat
Maka cukupkan Ibadah ini dengan yang di contohkan nabi yang mulia Muhammad SAW.
afwan penulis, jika akhi mempertanyakan ttg qiyamul lail berjamaah :
BalasHapuspertanyaan ad
apakah benar qiyamul lail dengan berjama’ah di bulan Ramadhan itu temasuk bid’ah yang dikatagorikan kepada bid’ah yang menyesatkan? Hal ini dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimini bahwa hal tersebut bukan bid’ah akan tetapi termasuk sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim dari Aisyah r.a, bahwa nabi pernah melakukan qiyamul lail di bulan Ramadhan dengan para sahabat selama tiga malam berturut-turut, kemudian beliau sholallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya pada malam berikutnya dan bersabda: “Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu lalu kamu tidak akan sanggup melaksakannya.”